Selasa, 23 Agustus 2011

Kisah Sang Penggendong Ibu

Suatu ketika Nabi Sulaiman a.s. berkelana di antara langit-bumi. Lalu, sampailah beliau pada suatu samudra yang sangat luas dan dalam. Kala itu angin berhembus sangat kencang sehingga gelombang samudra itu sangat besar.

Nabi Sulaiman a.s. kemudian memerintahkan supaya angin berhenti berhembus.Atas seijin Allah, Gelombang samudra itu pun menjadi tenang. Suatu ketika Nabi Sulaiman a.s. berkelana di antara langit-bumi. Lalu, sampailah beliau pada suatu samudra yang sangat luas dan dalam. Kala itu angin berhembus sangat kencang sehingga gelombang samudra itu sangat besar. Nabi Sulaiman a.s. kemudian memerintahkan supaya angin berhenti berhembus.Atas seijin Allah, Gelombang samudra itu pun menjadi tenang.
Kemudian beliau memerintahkan jin Ifrit untuk menyelam ke dasar samudra. Jin Ifrit pun menyelam ke dasar. Ketika jin Ifrit itu sampai ke dasar samudra, dia melihat sebuah kubah permata putih yang tertutup rapat.
Dia lalu membawa kubah permata putih itu ke daratan dan meletakkannya di hadapan Nabi Sulaiman a.s. Beliau sangat kagum dengan keindahan kubah permata putih itu. Kemudian beliau memanjatkan doa. Setelah doa terpanjatkan, daun pintu kubah itu pun bergetar. Pelan-pelan terbukalah pintu kubah itu. Betapa terperanjatnya Nabi Sulaiman a.s. ketika pintu kubah permata putih itu terbuka, yang di dalamnya ternyata terdapat seorang pemuda sedang bersujud.
Kemudian Nabi Sulaiman a.s. menyapa pemuda itu.
“Siapakah kamu? Kamu ini malaikat, jin, atau manusia?” tanya Nabi Sulaiman a.s. kala itu.
Pemuda itu menjawab, “Saya ini manusia.”
Nabi Sulaiman a.s. bertanya lagi, “Amal kebajikan apa yang telah kamu lakukan sehingga memperoleh kemuliaan seperti ini?”
Pemuda itu menjawab, “Dengan berbakti kepada kedua orangtua. Ketika ibu saya telah lanjut usia, saya menggendongnya di atas punggung saya. Pada saat itu terdengar ibu saya berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah kepada anakku ini ketenangan dan kenikmatan hidup. Sepeninggalku nanti, berikanlah untuknya tempat bukan di bumi dan bukan pula di langit.’ Sepeninggalnya ibu, saya berjalan menyusuri tepian pantai. Saat itu saya melihat sebuah kubah permata putih. Kemudian saya mendekatinya, tiba-tiba terbukalah pintunya. Saya pun masuk ke dalamnya. Setibanya saya di dalam kubah, tiba-tiba pintunya tertutup kembali. Lalu, dengan izin Allah SWT, kubah itu bergerak melaju. Saya pun tidak tahu pasti, di bumikah atau di udarakah saya berada. Namun, saya tetap memperoleh rezeki dari Allah yang tersedia di dalam kubah.”
“Bagaimanakah Allah memberikan rezeki kepadamu, sedangkan kamu berada di dalam kubah?” tanya Nabi Sulaiman dengan penasaran.
Pemuda itu menjawab,“Ketika saya lapar, Allah langsung menciptakan pohon dengan buah-buahannya. Allah memberikan buah-buahan itu sebagai rezeki kepadaku.”
Nabi Sulaiman a.s. bertanya lagi, “Bagaimana dengan minumannya?”
Pemuda itu menjawab, “Saat saya merasa dahaga, keluarlah air yang lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, dan lebih dingin dari es.”
Nabi Sulaiman a.s. bertanya lagi, “Bagaimana kamu bisa mengetahui silih bergantinya malam dan siang?” Pemuda itu menjawab, “Apabila waktu fajar telah tiba, maka berubahlah warna kubah menjadi memutih pertanda siang hari akan segera tiba. Ketika matahari terbenam, maka berubahlah warna kubah menjadi gelap pertanda malam segera tiba.”
Mengakhiri dialognya dengan Nabi Sulaiman a.s., pemuda itu berdoa kepada Allah SWT. Tak lama kemudian pemuda itu berdoa kepada Allah SWT. Tak lama kemudian pintu kubah permata putih itu tertutup kembali. Pemuda itu kembali berada didalamnya seperti semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar