Selasa, 23 Agustus 2011

BERATNYA MEMIKUL AMANAT

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi bodoh.” [QS. Al Ahzab : 72 ].

Al-Amanah adalah isim masdar dari kata “Amuna, ya’munu, amanatan” yang berati jujur, yakni bisa dipercaya khususnya dalam tugas keagamaan.

Dalam tarikh perjuangan Rasul, amanah merupakan salah satu sifat di antara beberapa sifat yang wajib dimiliki oleh para Rasul. Mereka bersifat jujur dan bisa dipercaya dalam segala hal, terutama dalam urusan yang berkaitan dengan tugas-tugas kerasulannya, seperti menerima wahyu, dan menyampaikannya kepada manusia tanpa penambahan, pengurangan atau penukaran sedikitpun. Di samping itu mereka juga bersifat amanah, dari hal-hal yang dilarang Allah.

Dalam ayat tersebut di atas kata “Amanah” dipakai dalam pengertian yang sangat luas, baik sebagai tugas keagamaan, maupun dalam tugas kemanusiaan pada umumnya.

Pada mulanya, Allah SWT telah menawarkan amanah kepada tujuh lapis langit, apakah ia sanggup memikul amanah yang akan diberikan Allah padanya, maka langit menolak amanah itu karena sangat berat. Langit meminta agar ia dibiarkan saja seperti yang ada sekarang ini, tempat bintang-bintang bercahaya menembus angkasa di malam hari, tempat matahari bersinar di siang hari.

Allah pun menawarkan amanah kepada bumi, maka bumipun menyatakan penolakannya karena tanggung jawab memikul amanah amat berat. Kalaulah langit yang tinggi itu tak sanggup untuk memikulnya, apalagi bumi yang rendah ini.

Lalu Allah pun menawarkan amanah itu kepada gunung-gunung yang menjadi pasak bumi, tetapi gunung pun menyatakan keengganannya karena beratnya amanah itu.

Kemudian amanah itu ditawarkan kepada manusia dan manusia yang begitu lemah, bodoh dan zalim] itu menerimanya dengan segala resikonya. Barangsiapa yang menunaikan amanah itu akan diberikan pahala dan dimasukkan ke dalam surga dan sebaliknya barang siapa yang mengkhianatinya akan disiksa dan dimasukkan ke dalam neraka.

Langit yang tinggi ditawari amanah menolak, bumi yang luas tak bertepi pun menolak, gunung yang kokoh juga menolak, tetapi anehnya manusia yang kecil dan lemah ditawari amanah yang maha besar malah menerimanya.

Padahal manusia itu amat zalim lagi bodoh kata Allah. Ini terbukti ketika Allah menjadikan manusia pertama Adam lalu Allah melarang mendekati pohon larangan, tetapi Nabi Adam melanggarnya.

Firman Allah dalam Surah Al Baqarah ayat 35 yang artiny, “Dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang orang-orang yang zalim”.

Lalu, Nabi Adam as. bertaubat kepada Allah dengan ucapannya yang Artinya, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalim diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat bagi kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi”. [QS. Al ‘Araf : 23]

Kemudian Allah menerima taubatnya sebagaimana dijelaskan Allah dalam surah Al Baqarah ayat 37. Sungguh bodoh kata Allah, manusia yang sangat kecil dan lemah ini, berani-beraninya memikul amanah Allah yang belum tahu akan kemampuan dirinya, diterimanya amanah walaupun tak dapat menunaikannya. Kezaliman dan kebodohan manusia ialah mau menerima tugas, tetapi tak dapat melaksanakannya.

Mungkin karena dorongan hawa nafsu yang teramat besarnya, yang nyata-nyata tak dapat melaksanakan amanah tetapi selalu saja meminta-minta jabatan, mengejar-ngejar kedudukan, bahkan kalau perlu menjual kehormatan dan harga diri dengan politik uang, demi mendapatkan kedudukan.

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila amanah diabaikan orang, maka tunggulah kehancurannya.” Lalu sahabat bertanya, “Bagaimana amanah itu diabaikan orang ya Rasul. Beliau menjawab. Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” [HR. Bukhari].

Boleh jadi bencana yang bertubu-tubi melanda negeri ini, karena kurang profesional para pejabat-pejabatnya dalam bidang pekerjaan masing-masing atau kurangnya rasa tanggung jawab dalam tugas yang diamanahkan kepadanya, karena ia duduk di jabatannya bukan untuk membantu rakyat, malah menggorogoti uang rakyat, memakai aji mumpung, akibatnya koropsi semakin merejalela, rakyat semakin sengsara. Sekarang rakyat ini sengsara di atas sengsara, derita di atas derita. Pejabat yang diangkat bukan lagi karena keahliannya dibidang itu, tetapi karena KKN, karena ahlinya dibidang spesialis servis kepada atasannya. Kalau orang yang seperti ini memegang jabatan, apa yang diharapkan? Kata Rasul, “Tunggulah kehancurannya.”

Akan tetapi dalam sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tabrani Nabi menyebutkan bahwa salah satu hal yang jika dimiliki, maka pemiliknya sungguh kaya raya, sekalipun banyak kemegahan dunia yang tidak dicapainya, yaitu, “Hifdzul Amanah”, memelihara amanah. Dia kaya hati, jiwanya tenang walaupun hidupnya dalam kesedarhanaan.

Pembagian Amanah

Para ahli tafsir membagi amanah itu ada 4 macam. Pertama, amanah Allah dan RasulNya kepada manusia yang wajib ditunaikannya seperti beriman kepada Allah, shalat, zakat, puasa, haji dan sebagainya yang wajib diamalkan, begitu juga larangan yang wajib dijauhi.

Kedua, amanah kepada orang lain yang wajib ditunaikannya baik dalam rumah tangga, dalam masyarakat, apalagi sebagai pemimpin yang diamanahi rakyatnya, sehingga masyarakat, akan merasa aman dan tentram, bahagia dan sejehtera dalam kepemimpinannya.

Ketiga, amanah Allah pada diri manusia sendiri yang wajib dipelihara. Setiap anggota badan adalah amanah, harus dijaga setiap saat dan akan dipertanggungjawabkan dihadhirat Allah kelak.

Abdullah bin Amr bin Ash salah seorang sehabat Nabi pernah mengatakan, “Amanat yang lebih penting dalam diri manusia ialah alat kelaminnya.”

Beliau juga berkata, “Yang mula-mula diciptakan Allah dan paling penting dalam tubuh manusia ialah farajnya.” Faraj itu adalah amanah Allah yang hendaknya dipelihara baik-baik, sekali-kali jangan dipakai kalau bukan menurut ketentuan Allah.

Faraj itu adalah amanah, telinga adalah amanah, mata adalah amanah, lidah adalah amanah, perut adalah amanah, tangan adalah amanah, kakipun amanah. Maka tidak ada iman bagi siapa yang tidak memelihara amanah. Allah berfirman, “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan dipertanggung jawabkan.” [QS. Al Isra : 36]

Keempat, amanah Allah pada manusia terhadap alam sekitarnya. Manusia wajib menjaga alam sekitar, wajib melastarikan agar jangan menjadi malapetaka terhadap kehidupannya. Sekarang manusia sudah merasakan akibatnya, apabila musim hujan kebanjiran, bila musim panas kekeringan, akibat penggundulan hutan yang terus-menerus berlangsung, pembangunan gedung-gedung tanpa AMDAL dan tata ruang kota yang baik karena kepentingan sebagian orang, akibatnya pembuangan air tersumbat.

Allah SWT mengingatkan hamba-Nya, “Telah timbul kerusakan didaratan dan dilautan disebabkan oleh tangan manusia. Allah hendak merasakan kepada manusia sebahagian dari akibat perbuatan mereka, supaya mereka sadar kembali.” [QS. Ar Rum : 41]

Di dunia ini, sangat banyak orang yang pintar lagi cerdas. Di antara mereka ada yang S1, S2, S3, DR atau bahkan Profersor. Namun demikian, mencari orang yang amanah sangat sulit. Sebab memikul amanah adalah masalah yang teramat berat. Jika tidak memohon pertolongan Allah, niscaya setiap orang yang mendapat amanah akan hati dan akhirat yang akan dipertanggungjawabkan kehadapan Allah SWT kelak. Ditangan orang-orang yang amanah inilah kebahagiaan dan ketenteraman umat akan tercapai dibawah ridha Ilahy, amiin













Tidak ada komentar:

Posting Komentar